Studio

Kiat-Kiat Menghadapi Fitnah Akhir Zaman oleh ust Oemar Mita Lc

Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam  telah memberitahukan tentang tanda-tanda fitnah-fitnah akhir zaman dan huru hara yang terjadi di dalamnya, agar ummat berhati-hati dan selalu bertakwa ...


Saudaraku...

Waspadalah,  terhadap berbagai huru hara dan fitnah akhir zaman ini.

Akan datang suatu masa dimana orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang memegang bara api...


Uraian selengkapnya,  silahkan simak dalam video kajian ust Oemar Mita berikut ini...




Video dapat diunduh di sini






Bencana Itu Bermula dari Kikir

Ada penyakit pada diri kaum Muslimin, yang u tidak hanya menghancurkan dirinya sendiri, tetapi dapat menghancurkan umat Islam secara keseluruhan. Ialah penyakit kikir. Sampai-sampai Allah SWT mengancam, siapa yang menentang dan tidak mau berinfak di jalan-Nya, Ia akan menggantinya dengan kaum lain yang tidak berperilaku seperti itu (kikir). Allah SWT berfirman:
هَاأَنْتُمْ هَؤُلاَءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوْا فِي سَبِيْلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمْ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لاَ يَكُوْنُوْا أَمْثَالَكُمْ
“Demikianlah kalian, diseru untuk berinfak di jalan Allah. Maka di antara kalian ada yang bakhil. Barang siapa bakhil, sesungguhnya ia telah bakhil kepada dirinya sendiri. Allah Maha Kaya dan kalian itu fakir. Barang siapa berpaling (dari kewajiban infak di jalan Allah), maka Allah akan mengganti dengan kaum yang lain, kemudian kaum yang menggantikan itu tidak seperti kalian.” (QS. Muhammad : 38 )
Mulainya dari kikir. Kemudian, pasangan kikir itu adalah mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Kemudian maju sedikit, menjadi suka mencaci dan mencela. Maka Allah menyatukan dalam satu surat:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ  (1) اَلَّذِي جَمَعَ مَالاً وَعَدَّدَهُ  (2) يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ  (3) كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ  (4) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ  (5) نَارُ اللهِ الْمُوْقَدَةِ  (6) اَلَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ  (7) إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ  (8) فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ  (9)
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? 6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan. Yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka., (Sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (Al-Humazah : 1-9).
Humazah : mencaci ketika orangnya tidak ada, atau mencaci tidak dengan lisan. Misal dengan poster, karikatur dan sebagainya. Lumazah : mencaci ketika orangnya ada. Mencaci dengan lisan.
Selanjutnya, kikir akan menyebabkan penyakit kronis tingkat lanjutan.
Allah berfirman dalam surat Al-Qalam :
وَلاَ تُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَهِيْنٍ  (10)   هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيْمٍ (11)  مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيْمٍ (12)  عُتُلٍّ بَعْدَ ذلِكَ زَنِيْمٍ (13)  أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِيْنَ (14)
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah. Yang sangat enggan berbuat baik. Yang melampaui batas lagi banyak dosa. Yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya. Karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak.” (Al-Qalam : 10-14)
Mari kita cermati proses urutannya. Bermula dari kikir, kemudian suka mengumpulkan dan menghitung-hitung harta. Lalu suka mencaci dan mencela, hingga akhirnya ia suka bersumpah sehingga menjadi hina. Ia suka  bersumpah untuk menghindari kewajiban berinfak. Ketika datang seseorang yang ia duga akan meminta infak atau sumbangan fi sabilillah, buru-buru ia mengeluarkan sejuta alasan untuk mengelak. “Sungguh, saya masih punya tanggungan kredit rumah… kredit kendaraan… polis asuransi…” dan sebagainya.
Mengatakan tidak mempunyai uang, tapi di dompetnya bertumpuk kartu kredit. Di depan orang yang hendak menarik infak, ia selalu mengesankan diri sebagai orang yang lemah, banyak utang dan tanggungan… sehingga ia betul-betul seperti orang yang hina. Apa yang membuatnya suka bersumpah yang akhirnya terjerumus kepada kehinaan? Sebabnya satu: kikir!
Tidak hanya  berhenti di situ. Ayat selanjutnya menerangkan proses kerusakan pada diri seseorang yang kikir. Yaitu:
  • Hammaz : suka mencaci mencela.
  • Massyain binamim : ke sana ke mari suka menyebar fitnah.
  • Manna’in lil khoiri : mencegah perbuatan baik.
  • Mu’tadin atsim : melebihi batas dalam berbuat dosa. Yang paling mengerikan sebenarnya adalah:
  • Utullin (kaku dan kasar) ba’da dzalika (setelah itu menjadi) zaniim (jahat).
Betapa tragis tahapan demi tahapan yang dilalui oleh seorang yang bakhil, hingga pada akhirnya ia menjadi orang yang jahat. Kadang kita tidak bisa membayangkan sebelumnya, mengapa bisa terjadi seperti itu. Tadinya dia seorang yang alim, lembut… namun berawal dari kekikiran ia akhirnya menjadi jahat.
Mengapa itu semua bisa terjadi? Jawabnya:
اَلشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَخْشَاءِ
“Setan itu menjanjikan kefaqiran kepada kalian, dan menyuruh kalian kepada perbuatan yang keji.”
Ketika orang sudah berlaku kikir, setan datang kepadanya berbisik. “Kamu jangan keluarkan uangmu untuk fi sabilillah.. bukannya kemarin sudah dimintai sumbangan yatim piatu, santunan fakir…. Belum lagi besok harus mengeluarkan zakat maal, zakat fitrah…” dan sebagainya. “Kamu nanti bisa fakir.” Tidak hanya berhenti di situ. Setan lalu menyuruhnya berbuat kekejian. “Supaya kami tidak fakir, maka lakukanlah korupsi… kamu kikirlah!” Na’udzu billah min dzalik. Semoga Allah menjaga kita dari sifat kikir.
Menelaah ayat-ayat di atas, sudah seharusnya kita merasa malu. Seolah Allah SWT meletakkan cermin di hadapan kita. Bahwa, demikianlah sifat kebanyakan manusia ketika diperintah untuk menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah. Rata-rata mereka enggan, dan bersikap bakhil.  Padahal Allah sudah menegaskan dalam akhir surat Muhammad, “Wallahu ghaniyyun wa antumul fuqara’.”
Kita lahir di dunia tidak bawa apa-apa. Lalu oleh Allah kita diberi hidup dan dikaruniai rezeki, sehingga kita punya mobil, rumah, motor, anak dan istri. Kemudian Allah memberitahu kepada kita bahwa Dia mempunyai surga. Surga milik Allah, harta dan rezeki pemberian dari Allah. Kita diminta membeli surga Allah dengan harta pemberian Allah. Tetapi kita seringnya merasa, “Itu harta saya!”Ada penyakit pada diri kaum Muslimin, yang u tidak hanya menghancurkan dirinya sendiri, tetapi dapat menghancurkan umat Islam secara keseluruhan. Ialah penyakit kikir. Sampai-sampai Allah SWT mengancam, siapa yang menentang dan tidak mau berinfak di jalan-Nya, Ia akan menggantinya dengan kaum lain yang tidak berperilaku seperti itu (kikir). Allah SWT berfirman:
هَاأَنْتُمْ هَؤُلاَءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوْا فِي سَبِيْلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمْ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لاَ يَكُوْنُوْا أَمْثَالَكُمْ
“Demikianlah kalian, diseru untuk berinfak di jalan Allah. Maka di antara kalian ada yang bakhil. Barang siapa bakhil, sesungguhnya ia telah bakhil kepada dirinya sendiri. Allah Maha Kaya dan kalian itu fakir. Barang siapa berpaling (dari kewajiban infak di jalan Allah), maka Allah akan mengganti dengan kaum yang lain, kemudian kaum yang menggantikan itu tidak seperti kalian.” (QS. Muhammad : 38 )
Mulainya dari kikir. Kemudian, pasangan kikir itu adalah mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Kemudian maju sedikit, menjadi suka mencaci dan mencela. Maka Allah menyatukan dalam satu surat:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ  (1) اَلَّذِي جَمَعَ مَالاً وَعَدَّدَهُ  (2) يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ  (3) كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ  (4) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ  (5) نَارُ اللهِ الْمُوْقَدَةِ  (6) اَلَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ  (7) إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ  (8) فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ  (9)
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? 6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan. Yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka., (Sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (Al-Humazah : 1-9).
Humazah : mencaci ketika orangnya tidak ada, atau mencaci tidak dengan lisan. Misal dengan poster, karikatur dan sebagainya. Lumazah : mencaci ketika orangnya ada. Mencaci dengan lisan.
Selanjutnya, kikir akan menyebabkan penyakit kronis tingkat lanjutan.
Allah berfirman dalam surat Al-Qalam :
وَلاَ تُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَهِيْنٍ  (10)   هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيْمٍ (11)  مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيْمٍ (12)  عُتُلٍّ بَعْدَ ذلِكَ زَنِيْمٍ (13)  أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِيْنَ (14)
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah. Yang sangat enggan berbuat baik. Yang melampaui batas lagi banyak dosa. Yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya. Karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak.” (Al-Qalam : 10-14)
Mari kita cermati proses urutannya. Bermula dari kikir, kemudian suka mengumpulkan dan menghitung-hitung harta. Lalu suka mencaci dan mencela, hingga akhirnya ia suka bersumpah sehingga menjadi hina. Ia suka  bersumpah untuk menghindari kewajiban berinfak. Ketika datang seseorang yang ia duga akan meminta infak atau sumbangan fi sabilillah, buru-buru ia mengeluarkan sejuta alasan untuk mengelak. “Sungguh, saya masih punya tanggungan kredit rumah… kredit kendaraan… polis asuransi…” dan sebagainya.
Mengatakan tidak mempunyai uang, tapi di dompetnya bertumpuk kartu kredit. Di depan orang yang hendak menarik infak, ia selalu mengesankan diri sebagai orang yang lemah, banyak utang dan tanggungan… sehingga ia betul-betul seperti orang yang hina. Apa yang membuatnya suka bersumpah yang akhirnya terjerumus kepada kehinaan? Sebabnya satu: kikir!
Tidak hanya  berhenti di situ. Ayat selanjutnya menerangkan proses kerusakan pada diri seseorang yang kikir. Yaitu:
  • Hammaz : suka mencaci mencela.
  • Massyain binamim : ke sana ke mari suka menyebar fitnah.
  • Manna’in lil khoiri : mencegah perbuatan baik.
  • Mu’tadin atsim : melebihi batas dalam berbuat dosa. Yang paling mengerikan sebenarnya adalah:
  • Utullin (kaku dan kasar) ba’da dzalika (setelah itu menjadi) zaniim (jahat).
Betapa tragis tahapan demi tahapan yang dilalui oleh seorang yang bakhil, hingga pada akhirnya ia menjadi orang yang jahat. Kadang kita tidak bisa membayangkan sebelumnya, mengapa bisa terjadi seperti itu. Tadinya dia seorang yang alim, lembut… namun berawal dari kekikiran ia akhirnya menjadi jahat.
Mengapa itu semua bisa terjadi? Jawabnya:
اَلشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَخْشَاءِ
“Setan itu menjanjikan kefaqiran kepada kalian, dan menyuruh kalian kepada perbuatan yang keji.”
Ketika orang sudah berlaku kikir, setan datang kepadanya berbisik. “Kamu jangan keluarkan uangmu untuk fi sabilillah.. bukannya kemarin sudah dimintai sumbangan yatim piatu, santunan fakir…. Belum lagi besok harus mengeluarkan zakat maal, zakat fitrah…” dan sebagainya. “Kamu nanti bisa fakir.” Tidak hanya berhenti di situ. Setan lalu menyuruhnya berbuat kekejian. “Supaya kami tidak fakir, maka lakukanlah korupsi… kamu kikirlah!” Na’udzu billah min dzalik. Semoga Allah menjaga kita dari sifat kikir.
Menelaah ayat-ayat di atas, sudah seharusnya kita merasa malu. Seolah Allah SWT meletakkan cermin di hadapan kita. Bahwa, demikianlah sifat kebanyakan manusia ketika diperintah untuk menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah. Rata-rata mereka enggan, dan bersikap bakhil.  Padahal Allah sudah menegaskan dalam akhir surat Muhammad, “Wallahu ghaniyyun wa antumul fuqara’.”
Kita lahir di dunia tidak bawa apa-apa. Lalu oleh Allah kita diberi hidup dan dikaruniai rezeki, sehingga kita punya mobil, rumah, motor, anak dan istri. Kemudian Allah memberitahu kepada kita bahwa Dia mempunyai surga. Surga milik Allah, harta dan rezeki pemberian dari Allah. Kita diminta membeli surga Allah dengan harta pemberian Allah. Tetapi kita seringnya merasa, “Itu harta saya!”


sumber : kiblat.net

MUI Bongkar Poros Penyebaran Syiah di Indonesia

Tersebarnya ajaran Syiah yang telah difatwakan menyimpang oleh Majelis Ulama Indonesia pusat (MUI)  tak lepas dari lembaga-lembaga dan yayasan-yayasan yang tersebar di Indonesia. Di samping itu, media cetak dan elektronik juga menjadi ajang penyebaran sekte yang didukung negera Iran tersebut.
Meskipun doktrin Taqiyah yang menjadi salah satu keyakinan pokok Syiah menyulitkan mengidentifikasi keberadaannya, namun menurut penelitian MUI, kaum Syiah aktif menggelar kajian dan menyebarkan ajaran menyimpang mereka kepada masyarakat Indonesia.
Dari buku panduan ‘Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia’ yang diterbitkan MUI pada Nopember 2013 ini, organisasi Ulama yang diakui pemerintah tersebut menyebutkan bahwa ajaran Syiah telah menyebar hamper di pulau-pulau besar di seluruh Indonesia. Akan tetapi, kata MUI, secara umum pusat kegiatan ajaran Syiah berada di pulau Jawa.
Dari kajian dan penelitian yang dilakukan MUI terdapat lima poros kegiatan Syiah di palau Jawa. Berikut lima poros kegiatan yang disebutkan MUI dalam buku yang kehadirannya disambut baik oleh dewan pimpinan Majelis Ulama Indonesia tersebut:
Pertama: Poros Jakarta di Islamic Cultural Center (ICC). Lembaga yang awalnya bernama Islamic Center Jakarta ini beralamatkan JL. Buncir Raya KV. 35, Pejaten Barat, Jaksel. Diyakini, lembaga dengan alamat wesite www.icc-jakarta.com itu sebagai pusat kendali operasi kegiatan Syiah di Jabodetabek, bahkan di Indonesia.
Lembaga yang digagas oleh tokoh-tokoh Syian Nasional, seperti Jalaludin Rahmat, Haidar Bagir dan Umar Shabat tersebut sering menggelar berbagai kegiatan Syiah. Di antara kegiatan yang sering digelar lembaga yang secara struktur dipimpin Mohsen Hakimollahi itu, seperti perayaan Asyura 10 Muharram, Arbain Imam Hussain dan peringatan Revolusi Iran.
Adapun di antara ustadz yang tercatat sebagai dai ICC, sebagaimana disebutkan MUI, adalah Umar Shahab, Husein Shahab, Muhsin Labib, Abdullah Beik, Mahdi Alaydrus, Musa Kadzim, Ahmad Helmi dan Salman Parisi. ICC juga memiliki tim khusus untuk menangani penyebaran ajaran mereka melalui media online.
Kedua: Poros Pekalongan-Semarang. Di kota batik, pusat penyebaran ajara Syiah berada di ponpes Al-Hadi pekalongan yang beralamat di Jl. Agus Salim, Gang 5, no.4, rt 1/3, kelurahan Klego, Pekalongan, Jawa Tengah. Meskipun pesantren tersebut telah dirikan sejak 1988, akan tetapi sebagian masyarakat tidak mengetahui keberadaan ponpes dipimpin oleh Ahmad Baraqbah dan Thoha Musawa itu. Tidak ada plang yang menunjukkan ponpes Al Hadi.
Sementara itu di ibukota provinsi Jawa Tengah, penyebaran ajaran Syiah berpusat di mushalla Al Husainiyah, Nurul Tsaqalain yang terletak di Jl. Boom Lama, no. 2, Semarang Utara. Bahkan, para pengikut Syiah di Semarang secara terang-terangan melaksankan ritual shalat Jum’at ala Syiah di mushallah yang dikelola yayasan Nurut Tsaqalain pimpinan Achmad Alatas tersebut.
Ketiga: Poros Yogyakarta. Di kota pelajar tersebut, kegiatan ajaran Syiah difasilitasi oleh Yayasan Rausyan Fikr. Menurut MUI, yayasan Rausyan Fikr sangat aktif menggelar kegiatan-kegiatan yang bertujuan menyebarkan faham Syiah. Di jogja juga terdapat organisasi Al Amin yang dimotori oleh para pemuda Alawiyin (Syiah). Akan tetapi, organisasi yang dibentuk dari ajang silaturrahmi antar perkumpulan Sayyid dan Syarifah itu enggan mengakui dirinya Syiah.
Keempat: Poros Bangil dan Pasuruan. Bisa dikatakan, Bangil adalah poros utama tersebarnya faham Syiah di Indonesia. Pasalnya, hampir semua tokoh muda Syiah di Indonesia yang berusia 40-50 tahun pernah mengenyam pendidikan di ponpes YAPI (yayasan Pendidikan Islam) Bangil, Pasuruan, Jawa Timur tersebut.
YAPI Bangil didirikan oleh Husein bin Abu Bakar Al Habsyi pada 21 Juni 1976. Tak hanya pesantren, yayasan yang pernah disinggahi ustad Mudzakir Solo itu juga menggelar pendidikan terpadu dari mulai taman kanak-kanak hinga jenjang perguruan Tinggi, Sarjana.
Di Pasuruan, poros kegiatan ajaran Syiah berada di bawah naungan yayasan Al Itrah. Yayasan yang pertama kali didirikan oleh Ali Umar Al Habsyi dan Sayyid Abdullah Al Haddad itu berdiri sejak 1996 silam. Meskipun kegiatannya sempat mati Suri selama beberapa tahun, namun pada 2006 yayasan tersebut kembali aktif dan membentuk pengurusan baru di bawah pimpinan Ali Ridho Assegaf.
Kelima: Poros Bandung. Motor penggerak utama Syiah di kota Kembang adalah Jalaludin Rakhmat, melalui organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Dari semua organisasi dan lembaga Syiah di Indonesia, IJABI merupakan organisasi yang sayapnya sudah menyebar ke seluruh Indonesia, sampai tingakat kecamatan.
Selain Ijabi, di Bandung juga terdapat yayasan dan lembaga Syiah lainnya yang cukup aktif, seperti Al Jawwad dan Yayasan Sepuluh Muharram (YPM). Sementara di pendidikan, Syiah Bandung memiliki yayasan Muthahhari yang mengelola pendidikan unggulan di Bandung. Selain menawarkan pendidikan gratis untuk warga miskin, yayasan Muthahhari juga menyelenggarakan pendidikan yang dikelola secara komersial dengan biaya yang cukup mahal.

sumber : kiblat.net

Akibat Menyelisihi Jalan Orang Beriman

Sebelumnya telah dijelaskan tafsir jalan orang beriman di surat An-Nisa’: 115. Selanjutnya, orang yang menyelisihi jalan mereka, Allah membiarkan dirinya dalam pilihannya (yang sesat) itu dalam keadaan hina, sehingga tidak akan diberi petunjuk kepada kebenaran. Ini terjadi karena ia telah mengetahui kebenaran namun meninggalkan.
Pemahamannya ayat tersebut, bahwa siapa yang tidak menyelisihi Rasul saw dan mengikuti jalan orang-orang beriman, dalam wujud ketulusan kepada Allah, mengikuti Rasul-Nya, dan komitmen bersama jamaah kaum muslimin, lalu orang tersebut melakukan dosa atau timbul keinginan untuk itu dan dikalahkan oleh tabiatnya sebagai manusia, Allah tidak akan memalingkan dirinya. Allah akan membimbingnya dengan kelembutan-Nya dan menjaganya dari keburukan tadi. Hal ini terjadi pada Yusuf as. Seperti disebutkan dalam firman-Nya,“Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (Yusuf: 24) (Tafsir As-Sa’di: I/202).
Banyak hal yang menyebabkan seseorang tidak konsisten pada kebenaran setelah ia tahu kebenaran itu:
1.    Tidak memahami hakikat iman
Imam yang benar sesuai yang dibawa Nabi saw akan berdampak pada kebahagiaan dunia dan akhirat, memperbaiki lahir dan batin, akidah, perilaku, dan etika. Bila ini tidak terjadi berarti ada yang salah pada keimanan seseorang. Allah berfirman, “Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul).
Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.” (Yunus: 39).
Banyak model manusia yang berpaling dari kebenaran karena sebab ini, baik karena menginginkan keduniaan dengan menjual agama, demi harta, kedudukan, reputasi dan semacamnya. Contoh:  (At-Taubah: 75-77). Ibnul Jauzi mengatakan, “Aku melihat sebab kegelisahan dan kesedihan adalah berpaling dari Allah dan cenderung kepada dunia.”
2.    Lebih bangga dengan ilmunya dan fanatik terhadap ulama tertentu. Allah berfirman, “Maka tatkala datang kepada mereka Rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka lecehkan itu.” (Al-Mukmin: 83).
Mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka Maksudnya ialah bahwa mereka sudah merasa cukup dengan ilmu pengetahuan yang ada pada mereka dan tidak merasa perlu lagi dengan ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh Rasul-rasul mereka. malah mereka memandang enteng dan melecehkan keterangan yang dibawa Rasul-rasul itu.
3.    Harapan terhadap Allah lebih dominan daripada perasaan takut terhadap siksa-Nya, atau sebaliknya.
Ini adalah penyakit yang banyak menimpa umat. Imam Ghazali mengatakan dalam kitab Al-Ihya, “Awal jauhnya seseorang dari Allah adalah maksiat dan berpaling dari-Nya demi mengejar keuntungan sesaat dan godaan dunia, yang tidak pada tempatnya.”
Seberapa kuat seorang muslim bertahan pada kebenaran?
Kebanyakan kitab tafsir menyebutkan, ayat 115 surat An-Nisa’ ini berkenaan dengan seseorang yang disebut Tu’mah yang masuk Islam, kemudian mencuri dan harus dipotong tangannya. Karena malu, ia memisahkan diri dari kaum muslimin dan bergabung dengan kaum musyrikin di Mekkah.
Konsisten di jalan kebenaran memang tidak mudah. Sejarah sejak Nabi Nuh menunjukkan bahwa pelaku kebenaran selalu dihadapkan pada ujian yang berat. Itulah sebabnya ketika Khabbab mengadukan penderitaan yang harus ditanggung, padahal ia berada dalam kebenaran, Rasul saw menjawab, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian, ada yang diletakkan gergaji di atas tubuhnya lalu digergaji hingga terbelah sampai kedua kakinya, namun itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya. Ada pula yang tubuhnya disisir dengan sisir besi, sehingga terpisah antara daging dan tulangnya semua itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya …tetapi kalian tergesa-gesa.” (HR. Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah)
Al-Qusyairi ketika menafsirkan surah Jin ayat kedelapan, mengatakan, “Istiqamah di jalan kebenaran mengakibatkan sempurnanya nikmat dan ketenangan, sedangkan berpaling dari Allah berakibat sempitnya hidup dan kesengsaraan yang tidak berakhir.” (Tafsir Al-Qusyairi, VII/488).
Banyak contoh orang yang berpaling dari kebenaran setelah mengetahuinya, namun teladan tentang orang-orang yang tetap bertahan pada kebenaran tetap ada sejak dahulu sampai bumi ini diwarisi oleh Allah, sesuai sabda Nabi saw. Yusuf as., misalnya, kebenaran selalu menjadi dasar perbuatannya, baik ketika menjadi budak, di penjara, hingga menjadi penguasa. Dan ini berbuah manisnya kehidupan di dunia dan akhirat, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan kebaikan orang yang beriman, “Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 90).
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, Dia akan memberikan musibah kepadanya.” (HR. Bukhari).
Jadi, bisa disimpulkan bahwa orang yang berkomitmen pada kebenaran akan selalu berada dalam ujian sampai Allah benar-benar tahu siapakah yang terbaik amalnya. Rasulullah saw memberikan wejangan bahwa amal saleh akan menyelamatkan seseorang pada masa-masa sulit:

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

“Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir di sore harinya. Di sore hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir dipagi harinya. Dia menjual agamanya dengan barang kenikmatan dunia.” (HR Riwayat Muslim). Wallahu a’lam.
sumber : Kiblat.net



Memahami dan Mengikuti Jalan Orang Beriman

Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115)
Ibnu Katsir mengatakan, “Barang siapa yang menempuh jalan selain jalan syariat yang dibawa oleh Rasul Saw., ia berada di suatu jalur, sedangkan syariat Rasul Saw. berada di jalur yang lain. Hal tersebut dilakukannya dengan sengaja sesudah tampak jelas baginya jalan kebenaran.” (Tafsir Ibnu Katsir, II/412).
Ibnu Mas’ud berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw membuat sebuah garis lurus untuk kami, kemudian beliau bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis-garis di sebelah kanan dan kirinya, seraya bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan lain, di setiap jalan tersebut ada setan yang mengajak untuk mengikutinya (jalan tersebut). Lalu beliau membaca ayat: ‘(Inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan tersebut. Dan, janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain. Jika kalian mengikuti jalan-jalan tersebut, niscaya kalian semua akan terpisah dari jalan-Nya.’ (Al-An’am: 153).” (HR Ibnu Hibban dan Ad-Darimi)
Makna firman Allah “dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin” masih berkaitan dengan penyimpangan pada kalimat sebelumnya. Tetapi penyimpangan tersebut adakalanya terhadap nash syariat dan adakalanya terhadap perkara yang telah disepakati oleh umat Muhammad dalam hal-hal yang telah dimaklumi secara nyata. Karena kesepakatan umat ini telah terjaga dari kekeliruan. (Tafsir Ibnu Katsir, II/412). Ayat ini dijadikan dalil oleh Imam Syafi’i bahwa ijma’ adalah sumber hukum yang haram ditentang. Imam Syafi’i sampai kepada kesimpulan ini setelah melakukan kajian cukup lama dan penyelidikan yang teliti. Dalil ini merupakan suatu kesimpulan yang terbaik lagi kuat. (Tafsir Ibnu Katsir, II/412).

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan demikianlah kami jadikan kalian umat pertengahan, agar kalian menjadi saksi atas seluruh kaum manusia, dan Rasul akan menjadi saksi atas kalian.” (Al-Baqarah: 143)

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

“Dan jika kalian berbeda pendapat pada suatu persoalan, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya.” (An-Nisa’: 59)
Ayat ini menunjukkan, jika tidak terjadi silang pendapat di antara kaum muslimin, maka tidak menjadi keharusan untuk mengembalikannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Menunjukkan bahwa ijma’ adalah dalil yang shahih. Rasulullah saw bersabda:

لَنْ تَجْتَمِعَ أُمَّتِيْ عَلىَ ضَلاَلَةٍ

“Umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan.” (HR Thabrani, yang perawinya dinyatakan tsiqah oleh Al-Haitsami dalam Ma’mauz Zawaid)
Syaikh As-Sa’di mengatakan, “Jalan orang beriman adalah akidah dan amal perbuatan mereka.” (Tafsir As-Sa’di: I/202).

kiblat.net

Ust. Abu Rusydan : “3 Hal Urgen Jurnalis Muslim”

Pengamat jihad dan dunia Islam, Abu Rusydan dalam Daurah Jurnalistik menyatakan bahwa Para Jurnalis Islam berfungsi untuk menjelaskan kebenaran kepada ummat, Jl. Tebet Barat IV no 5, Jakarta pada Sabtu (02/11/2013).
Penyampaian kebenaran yang dilakukan para jurnalis ini membutuhkan pondasi filosofis yang menyajikan sebuah kebenaran sebagai suatu produk jurnalistik yang baik. setidaknya ada tiga persoalan mendasar yang tengah dihadapi Jurnalis Muslim saat ini.
”Sekurang-kurangnya ada tiga perkara penting bagi jurnalis Islam. Yang pertama, belum adanya regulasi. Kedua, jurnalistik islam belum punya manhaj. Dan ketiga, dimana posisi strategis jurnalis Islam dalam iqomatuddin?” Ujar Abu Rusydan.
Persoalan pertama, para jurnalis muslim masih belum memiliki regulasi yang jelas sehingga masih menginduk pada aturan dan regulasi jurnalisme konvensional seperti kode etik jurnalistik, Dewan Pers, dan Komisi Penyiaran Indonesia.
Persoalan kedua, Perlu adanya regulasi yang sifatnya diniyyah normatif yang  menjabarkan kode etik jurnalis Islam. Setelah itu, perlu dipikirkan aspek idariyah yang administratif berupa produk turunan aplikatif.
”Dalam aspek diniyyah normatif, kumpulkan dalil-dalil terkait jurnalistik dari Al-Quran, Hadits dan Atsar.” Tutur Da’i asal Kudus ini.
Ustadz yang pernah mengenyam pendidikan di Afghan ini menyatakan bahwa urgensi perumusan regulasi tersendiri bagi jurnalis muslim telah menjadi prioritas saat ini. Sebab, kerangka jurnalistik yang selama ini dibangun oleh media konvensional jauh berbeda dengan nilai-nilai jurnalistik Islam.
Persoalan ketiga, dimana posisi strategis Jurnalis Islam dalam Iqamatuddin? Ini adalah pertanyaan yang tertuju kepada para Jurnalis terutama Jurnalis Muslim agar menempati tempat strategis dalam menegakkan pilar iqamatuddin di bumi Allah. 

Karya Ust. Farid Okbah : “Ahlussunnah & Dilema Syi’ah Di Indonesia”

Perkembangan Syi'ah di Indonesia hari demi hari semakin mengkhawatirkan. Konflik antara Sunni dan Syi’ah di Indonesia kian hari kian memanas. Konflik tersebut disebabkan oleh perbedaan prinsip/pokok dalam keyakinan kedua kelompok. Di antara perbedaan yang mencolok diantara kedua kubu yaitu, Sunni (Ahlussunnah) memuliakan para Sahabat Nabi karena merekalah yang berjuang membantu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam serta menyebarkan Islam ini ke berbagai penjuru. Adapun Syi’ah sangat membenci para Sahabat Nabi, mencela mereka, bahkan hingga pada tingkat pengkafiran.
Syi’ah merupakan salah satu aliran dalam Islam yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Menurut beberapa riwayat sejarah, Syi’ah didirikan oleh seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’. Inti ajaran Syi’ah terletak pada masalah Imam yang mereka pusatkan pada tokoh-tokoh ahlul bait.
Mereka menentukan 12 Imam yaitu: Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali bin Abi Thalib, Ali bin Husein Zaenal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, Musa Al-Kazim, Ali Ar-Ridha, Muhammad Al-Jawad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari dan Muhammad Al-Muntazhar (Al-Mahdi). Syi’ah meyakini bahwa kedua belas imam tersebut ma’shum (terlepas dari salah dan dosa) dan yang paling berhak melaksanakan Imamah.
Syi’ah memiliki empat referensi utama dalam membangun alirannya. Yang pertama, Al-Kafi yang ditulis oleh Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq Al-Kulaini. Dia adalah seorang ulama Syi’ah terbesar di zamannya. Dalam kitab itu terdapat 16.199 hadits.
Menurut kalangan Syi’ah, Al-Kafi adalah kitab yang paling terpercaya. Kedua, Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, dikarang oleh Muhammad bin Babawaih al-Qummi. Terdapat di dalamnya 3.913 hadits musnad dan 1.050 hadits mursal. Ketiga, At-Tahzib. Ditulis oleh Muhammad At-Tusi yang dijuluki Lautan Ilmu. Keempat, Al-Istibshar, juga ditulis oleh Al-Qummi mencakup 5.001 hadits.
Aliran ini telah tersebar ke berbagai negara, tak terkecuali di Indonesia. Data dan fakta mengenai perkembangan Syi’ah di Indonesia bisa di lihat dalam buku ini, yang berjudul Ahlussunnah waljamaah dan Dilema Syi’ah di Indonesia yang ditulis oleh Farid Ahmad Okbah, M.A.
Setelah menjelaskan definisi, pokok-pokok, dan ciri-ciri Ahlussunnah waljamaah pada bab pertama. Penulis memaparkan secara singkat definisi Syi’ah, sejarah, pokok-pokok ajaran, dan penyimpangannya pada bab kedua.
Penulis yang merupakan pakar Syi’ah ini juga menyebutkan beberapa sejarah pengkhianatan Syi’ah pada bab keempat. Diantara pengkhianatannya adalah pembunuhan Khalifah Umar bin Khattab oleh Abu Lu’luah al-Majusi.
Kaum Syi’ah menjulukinya dengan “Baba Syujauddin” (sang pembela agama yang gagah berani). Kuburannya di Iran dikunjungi dan dihormati oleh kaum Syi’ah. Bahkan para ulama Syi’ah berdo’a “Ya Allah kumpulkan kami di akhirat kelak bersama Abu Lu’luah” (hal.48)
Pada bab kelima penulis memaparkan data dan fakta perkembangan Syi’ah di Indonesia. Ratusan yayasan Syi’ah telah tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Di antaranya adalah Yayasan Muthahhari Bandung,  Yayasan al-Muntazhar di Jakarta, Yayasan Mulla Shadra Bogor, dan Yayasan Fikratul Hikmah di Sulawesi Selatan. Syi’ah juga gencar menerbitkan buku-buku Syi’ah. Lentera, Mizan, Hidayah, al-Huda, al-Jawwad adalah beberapa nama penerbit Syi’ah yang terkenal. (lihat hal.55-66)
Selain itu, Syi’ah juga banyak mengirim kadernya untuk melanjutkan pendidikan di Iran. Setiap tahunnya sekitar 300 mahasiswa Indonesia ke Iran. Syi’ah juga memiliki beberapa organisasi, diantaranya adalah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Ikatan Pemuda Ahlul Bait Indonesia (IPABI), dan Ahlul Bait Indonesia (ABI). Beberapa Lembaga pendidikan milik Syi’ah adalah SMA Plus Muthahhari Bandung dan Jakarta, dan Ma’had Yapi Bangil, Jawa Timur. (hal.60-61)
Buku-buku yang menjelaskan kesesatan ajaran syi'ah cukup banyak. Buku-buku tersebut mendiskripsikan dan menjelaskan ajaran-ajaran Syi'ah dan titik kesesatannya.
Buku yang ada di hadapan kita ini, "Ahlusunnah Waljamaah dan Dilema Syi'ah di Indonesia" lebih banyak menyoroti data-data kongkrit yang berkaitan dengan perkembangan Syi'ah di Indonesia yang sangat mengkhawatirkan, diiringi dengan sajian akan prinsip-prinsip dasar aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dan prinsip-prinsip ajaran Syi'ah agar para pembaca dapat mengetahui mana Ahlussunnah yang sebenarnya.
Penulis memaparkan data-data mengenai Syi’ah di beberapa media. Lebih lengkapnya, silahkan membaca buku “Ahlussunnah waljamaah dan Dilema Syi’ah di Indonesia” ini. Buku ini sangat pantas untuk dibaca untuk mengetahui fakta dan data perkembangan Syi’ah di Indonesia.

    Judul Buku      : Ahlussunnah Waljamaah dan Dilema Syi’ah di Indonesia
    Penulis             : Farid Ahmad Okbah, MA
    Editor                : Tim Perisai Qur’an
    Penerbit          : Perisai Qur’an Jakarta
    Tebal 288 halaman. Cetakan Pertama September 2012.

Penulis merupakan seorang da'i yang sangat memperhatikan masalah Syi'ah selama berpuluh tahun. Berbagai pertemuan perihal Syi'ah dihadirinya, baik tingkat nasional maupun internasional.